“Aku harus menyibukkan diri. Membunuh dengan tega setiap kali kerinduan itu muncul. Ya Tuhan, berat sekali melakukannya. Sungguh berat, karena itu berarti aku harus menikam hatiku setiap detik..”
~sebuah novel 'sunset bersama rosie'
***
Senja ini masih seperti kemarin, matahari izinkan bulan menggantikannya. Lain hati, ia tak izinkan ada yang gantikan rasaku padamu. Oh ya, semalam kau datang lagi dalam lelapku. Tapi aku lupa entah itu kali keberapa kita bertemu dalam kolase mimpi.
Entah hasrat apa yang membawamu hadir selalu dalam dunia lelapku, atau mungkin aku yang sengaja mengundangmu hadir lewat harapan bawah sadarku yang ingin bersua denganmu. Entahlah, aku tak dapat jelas mengingatnya, namun tak luput dalam memoriku bahwa saat itu kita hanya saling bertatap rindu lalu kemudian kau hilang lagi bersama rekahan fajar, aku terjaga sebelum kita sempat bertukar kisah
Aku tau ada sekat yang membuatmu tak dapat lebur padaku dan kitapun pahami itu sejak mulanya. Kemudian aku berdiam, bukan.. bukan diam, aku berdiam dalan doa-doaku. Cuma itu yang mampu kuberikan tuk hantarkanmu raih segala bahagia. Anggaplah doa-doa itu sebagai caraku memelukmu dari jauh.
Suatu kali pernah dengan mantap hati kau siratkan sebuah pesan untukku agar aku pergi saja jemput bahagiaku. Dan aku hanya tersenyum simpul membaca pesan tak langsung itu, sembari berkata dalam heningku, " lantas bagaimana jika bahagiaku adalah disisimu bersama-Nya ?". Ah, lagi-lagi ini urusan hati, sebagaimana aku tak bisa menahanmu untuk tetap bertahan miliki perasaan itu, maka bukankah kaupun tak dapat jua memaksaku untuk membuang jauh perasaan ini. Biarlah ini menjadi urusan hatiku dan menjadi jejak pada perjalananku.Tuhan, telah menyimpanmu disana.
Sekarang tinggal kita jalaninya, tapi bagaimana ?
Sudahlah, kita pulang saja ke hati. Belajar tentang rela. Lalu berusaha untuk setia. Sulitkah? Ya, bukankah memang tak ada kemenangan yang mudah dari tiap pertempuran?
Dan ya, memang tak pernah ada kita yang suci atau bersih dari dosa-dosa. Tapi ini bukan tentang jadi suci, melainkan belajar jadi lebih baik. Kita biarkan saja Allah yang Maha menilai, bukankah memang Dia sajalah yang mengetahui segala isi hati.
Dan setiap yang terluka dari kisahmu ini, aku tau kau pun terluka. Maka menyembuhlah bersama perjalanan yang terjadi. Semoga waktu merawati luka kita masing-masing dengan sabar dan kasih. Lalu ia sembuh dan tak ingin saling melukai lagi.
Sekarang pada hari-hari yang tak kita hitung-hitung tadi, kita membaikkan diri saja. Untuk menjadi belahan jiwa masing-masing pada masa yang akan tiba sesuai skenario milik-Nya.
Aku bukan menunggumu, tapi aku menunggu Allah izinkanmu jemput aku. Namun jika pada akhirnya-pun Dia tak jua izinkan, maka tak mengapa. Dia tetap bersamaku, dan kau bisa dengan suka cita lanjutkan hidupmu.
Walau aku mungkin terus melintasi jalan ini, namun kau tetap bebas menentukan arah laju kakimu saat ini ataupun nanti. Kelak, jika diseparuh perjalanan kau dirundung rasa muak dan kebosanan tiada tara, sedang saat itu kau dapati seseorang yang lebih baik dari harapanmu, maka tinggalkanlah aku tanpa harus kau tatap lagi bekas tapak ini. Kemudian berjanjilah bahwa kau akan berbahagia dengan pilihan terbaik-Nya.
Pergilah, tak mengapa. Karena dengan kepergianmu aku punya alasan untuk selalu mengingatmu. Membawamu serta dalam kotak kenanganku. Jasadku terbatas, biar doa meretas langit. Disana luas, namamu bisa lapang kulukis.
Namun pulanglah, kapanpun kau anggap pulang adalah aku, saat itu aku akan ada. Aku tak butuh batas dalam mencintaimu. Biarlah Tuhan saja Sang Maha Pembatas. Biarkan takdir yang mengalun ritmis pada selaras rindu jadi kidung sendu pengiring jalanmu pulang kepadaku bersama-Nya.
***
Aku kini mengerti tentang sabar, ia setia pada penantian bukan yang dinanti. Sebab yang dinanti mungkin tak datang lagi. Namun Sabar, ia tetap menjagaku disini.
Pada cinta, suka dan dukaku sudah lebur..
*aksaraku dalam rindu || dan ini bukanlah hal yang merepotkan.
Pucuk pena, tika.y
Tidak ada komentar:
Komentar baru tidak diizinkan.