Senin, 27 April 2015

Cemburu Terbit di Ufuk Cinta

Diantara semua gairah dalam cinta, kecemburuan mungkin sosok yang paling unik. ia bagai api, membuat beku saat tiada, menghangatkan ketika tepat ukurannya, dan membakar saat meraksasa.


Mari kita berterimakasih pada rasa cemburu. karena dengan-nya kita menjadi manusiawi. Atau tak menuntut kekasih yang kita cintai menjadi malaikat. Cemburu mengajari kita bahwa shalihah tak berarti tak bisa marah. 'Aisyah, Radhiyallaahu 'Anha misalnya. Karena cemburu ia pernah berkata kepada suaminya, "engkau ini hanya mengaku-aku Nabi!" Bukan karena ia ragu tentang kenabian suaminya. Hanya karena ia sedang cemburu. Dan cemburu sedang mengajarinya sebuah perasaan. "Jika engkau memang seorang Nabi, saat ini aku tak merasakan keadilanmu. Bukan karena engkau tak adil. Ini hanya perasaanku saja."


Atau pernahkah engkau membayangkan, beristerikan seorang 'Aisyah tak berarti seorang gadis jelita berparas menawan, lincah, cerdas, enerjik, manja, imut-imut dan menyejukkan? Ya, Sang Nabi pernah merasakn bagaimana 'Aisyah membanting pinggan hidangan didepan tamunya. Hidangan itu, hais lezat buatan Shafiyah, telah menerbitkan cemburu 'Aisyah. Dan ia merenggut lalu membantingnya tepat disaat para tamu mengulurkan tangan untuk mengambilnya. Lalu Sang Nabi hanya tersenyum didepan belalak tamu. Senyum yang diikuti permintaan maaf, "Maafkan.. Ibu kalian sedang cemburu.."

ya, kita sudah belajar tentang cemburu 'Aisyah, betapa kita tahu, cemburu adalah hiasan hati dan pembakar jiwa yang tak mengecualikan orang-orang seperti mereka. Bahkan Allah SWT lebih agung rasa cemburuNya. Dijalan cinta pejuang, begitu mudah rasa cemburu terbit disemua ruas. Tapi dari mereka kita belajar, cemburu, bukan untuk cemburu itu sendiri. Cemburu adalah sekedar letupan gairah di jalan cinta..


**Oleh: Ust. Salim A. Fillah


Ya Allah, jadikan aku imam atas perasaan-perasaan yang ada, sehingga dengannya lah aku dapat menghangatkan yang beku, dan senantiasa menyejukkan dikala terbakar..