Senin, 21 Maret 2011

kutitip rindu pada sang fajar

Category : Cerpen
Oleh : Tika Yunita

----------------------------------------------------------------- 




Untuk kesekian kalinya, senja kembali terjaga dari tidurnya, Hanya hening yang ia rasakan disekitarnya. Dari sebalik kamarnya sesekali terdengar riuh suara serangga yang bertasbih memuji kebesaran Tuhannya, seolah tiada henti bersyukur atas limpahan rahmatNya yang turun melalui butiran – butiran bening air langit. Hujan yang sejak maghrib tadi membasahi bumi cinta ini memang baru saja usai, namun tidak demikian dengan perasaan yang saat ini terus mengusik senja hingga ia berulang kali terjaga dalam lelapnya. 

“Benarkah ini rindu ?”
senja bertanya pada hatinya.
 
Hujan malam ini kembali mengingatkan senja pada sebuah cerita dimasa yang lalu. Teringat kembali tentang fajar, seseorang yang telah terbilang tahun menyisakan cinta yang mengalir lembut dalam jiwanya. Sepertinya masa tak mampu menepisnya dalam sanubarinya
***

Sedikit ragu dengan apa yang ia rasakan, senjapun kembali bertanya pada dirinya sendiri, “ah, apa kau tahu tentang ini?”

“banyak c
erita yang kulalui tanpa keberadaanmu disisiku, ada ribuan tetes air mata yang tercurah, tawa yang berderai, bahagia yang membuncah, kecewa yang menusuk, kehilangan yang mengalir, semua berlalu tanpa dirimu..”

Sebenarnya dalam hatinya terbersit harap fajar dapat hadir untuk menemaninya kala itu. Namun sesaat kemudian senja sadar bahwa tatap saja jalan takdir yang harus mereka lalui tidak bisa begitu. Semua mengharuskan keduanya menjalani kehidupan yang berbeda. Senja dengan hari-hari nya sendiri, begitupun dengan fajar. Kendatipun jarak keduanya dekat, tapi terasa begitu jauh seperti berpuluh kilometer. Ia merasa kini fajar berada pada jarak yang tak tergapai kendatipun mereka berada dalam naungan langit yang sama.


 
***

Samar-samar senja mengingat waktu perpisahan itu, perpisahan yang menyiratkan pesan pada fajar , “berjanjilah untuk menjadi begitu kuat”

“kita bertemu karena kehendak Allah, dan berpisahpun karena syariat Allah mengharuskan demikian”

“tidak ada yang sulit bagi Allah”
 
“percayalah, jika kita ditakdirkan berjodoh, kelak Allah sendirilah yang menyatukan kita kembali, dalam bingkai ridho-Nya” begitulah kata-kata senja menutup perpisahan mereka sore itu. Perpisahan yang terbilang sederhana.
 

Namun satu hal yang hingga saat ini sulit senja mengerti, mengapa setelah itu, kenangan tentang fajar masih tersimpan jelas dalam ingatanya. Tidak jarang ia menyebut nama fajar dalam kesehariannya. Hingga akhirnya senja sadar akan satu hal bahwa ketika perpisahan dulu, ada sesuatu yang masih tertinggal dalam hatinya, itulah seberkas cinta dan rindu yang selalu ia redam hingga malam ini. Perasaan yang hingga saat ini tak pernah dapat ia jawab ketika ditanya mengapa bisa begitu. Ia hanya berharap Allah menjadi tempat akhirnya memuarakan segala rasa dan asa.
***

Perlahan jemari senja mulai menuliskan sajak-sajak kerinduan melalui ujung mata pena miliknya. Entah sejak kapan ia mulai terbiasa menuangkannya melalui sebuah tulisan sederhana.  Menulis membuatnya merasa lebih baik, setidaknya ia mampu meluapkan segala rasa yang ada dalam hatinya, yang kadang sulit terkatankan dengan lisannya. Meski pada akhirnya ia sendiri tidak tahu apakah tulisan tersebut kelak akan sampai pada fajar atau tidak. Namun ia tidak peduli, baginya cukuplah ini menjadi rahasia antara dirinya dengan Allah Yang Maha Mengetahui segala isi hati hamba-hambaNya.
 
Untukmu fajar,

Aku menyapa angin malam ini,
Namun hujan menyampaikan kerinduan pada kenangan itu.
 
Tahukah kau, terkadang aku mengeluhkan tentang takdir yang memisahkan kita. Mengapa harus ada perpisahan yang akhirnya membuat kita menjalani kehidupan yang berbeda. Mengapa takdir tak membiarkan kita dulu untuk tetap menjalani hari-hari bersama..
 
Untukmu fajar,

Allah Yang Maha Segalanya telah menyuratkan garis ini untuk perjalanan kita. Ada berjuta pertanyaan mengapa Dia menggariskan seperti ini dan akupun yakin bahwa Dia telah menyiapkan jawaban yang indah dari setiap pertanyaan – pertanyaan ini. Aku akan bersabar menjalani tiap alur cerita ini hingga terjawablah semua pertanyaan-pertanyaan itu.

Ini adalah suratku yang kesekian kalinya untukmu, yang entah kapan akan sampai ketanganmu..

***

Senja membasuh diri dengan air wudhu, dirasanya kesegaran yang mengalir ketubuhnya. Ia habiskan sepertiga malam yang tersisa dengan qiyamul lail pada Sang Maha Cinta. Perlahan alunan dzikir dan doa mulai terlantun dari bibirnya..

Wahai Allah, Sang Pemilik Cinta..

Malam ini ada doa yang terlantun dari lubuk hatiku. Ada sunyi yang terlantun ketika doa ini memecah keheningan malam. Sungguh, hanya Engkau yang mengetahui segala keadaanku dan keadaanya. Hanya Engkau Yang Maha Mengetahui isi hatiku dan hatinya. Maka biarlah.. biarlah semua ini berjalan sebagaimana Yang Engkau kehendaki.

Ampuni hamba yang lemah, yang terkadang tak sanggup untuk menahan segala perasaan yang telah lama tersimpan. Meskipun akhirnya hamba menangis, meskipun hamba harus terjatuh, tapi hamba yakin kelak Engkau akan memberikan yang terbaik bagi diriku dan dirinya. 

Aku memang merindunya, tapi akupun tak tahu bagaimana isi hatinya. Sungguh, hanya Engkaulah satu-satunya yang mengetahuhi semua ini. Aku tak berani mengartikan perasaan ini. Biarlah aku hanya merindu. Karena aku tidak mengetahui apa yang sedang ia lakukan disana, dan bagaimana isi hatinya. Adakah aku dalam hatinya ? atau disana diapun tengah merindu, tapi rindu itu tidak untukku. Ada orang yang sedang dirindukannya sekarang. Dan sungguh, hanya Engkau yang mengetahui itu.

Ilahi Robbi,
aku memohon padamu lindungilah ia dan berikan kepadanya keberkahan atas usianya, Jadikan ia lelaki yang sholeh Dan janganlah Engkau membiarkannya tersesat dari jalan kebenaran.
Aku hanya mengaharapkan kebaikan untuknya, Tanpa harus ia tahu bahwa aku disini berdoa untuknya. Dan biarlah doa-doa itu disini, doa yang Engkau saksikan bersama para malaikat.

Ilahi Robbi,
Jadikan aku ikhlas atas ketetapan takdirMu untukku, sehingga tiada ingin hamba menyegerakan yang masih Engkau tunda, serta menunda-nunda apa yang Engkau segerakan..
Allahumma aamiin..

 
***

butiran airmatanya akhirnya tumpah mengakhiri munajadnya malam ini hingga ia terlelap diatas sajadah tuanya..





menjelang fajar, 22 maret 2011
-salam pena-

 

3 komentar:

  1. jangan pernah sesali yang telah terjadi sist, la haula wala kuata illa billahil aliyil azim. Tiada daya dan upaya melainkan atas izin-Nya.

    jangan berlarut-larut dengan perasaan yg lalu, di depan sana masih banyak hal2 yg menyenangkan kok. Bukan hanya kamu yg pernah ngalamin perasaan sedih, semua orang pasti pernah ngalaminnya. aku pun demikian

    keep smile ya sist ^_^

    BalasHapus
  2. jazaakillah ukht..
    tapi ini hanya sebuah cerpen saja, tanpa bermaksud menyinggung siapapun, hehe..


    tetap tersenyum itu haruus... :)

    BalasHapus
  3. cerpen mu keren. salam kenal ukhti. eits, sepertix z mau buat juga yg judulx " ku titip rindu pada sang senja" sy sngat menyukai fajar. indah sekli seindah senja

    BalasHapus